Misteri Kematian Boni Marantika: Antara Rahasia Otopsi, Dugaan Kekerasan, dan Isu Perdamaian Tertutup

 

Simalungun | metroinvestigasi.id–
Lebih dari dua pekan berlalu sejak tewasnya Boni Marantika di Afdeling II Kebun PTPN IV Bah Jambi, misteri penyebab kematian pria asal Huta Korem itu belum juga terungkap. Hingga kini, belum ada kejelasan hasil otopsi maupun langkah hukum tegas yang diumumkan aparat. Situasi ini menimbulkan tanda tanya besar di tengah masyarakat.

Kepala Nagori Mekar Bahalat, Saor Manik, saat dikonfirmasi Rabu (7/10/2025), membenarkan bahwa proses penyelidikan kasus tersebut masih berlanjut. “Masih terus diproses, belum ada kejelasan baru,” ujarnya singkat.

Namun di lapangan, isu yang berkembang justru semakin kompleks. Sejumlah pihak menduga kematian Boni tidak murni akibat sakit atau kecelakaan, melainkan berpotensi melibatkan unsur kekerasan fisik yang terjadi sebelum korban dinyatakan meninggal dunia.

Jejak Awal: “Sewa Lahan” yang Berujung Petaka

Informasi yang diperoleh menyebutkan, kasus ini berawal dari praktik “sewa lahan” di area perkebunan PTPN IV Bah Jambi. Modus ini disebut-sebut sebagai bentuk pencurian buah sawit terorganisir yang dibungkus dengan istilah sewa.

Boni bersama beberapa rekannya dikabarkan sempat bernegosiasi dengan oknum pekerja kontrak (PKWT) berinisial RN, yang diduga menjadi penghubung dalam skema tersebut. Uang koordinasi senilai Rp500 ribu disebut telah disepakati, namun belum sempat diserahkan ketika peristiwa tragis terjadi.

Pada dini hari 27 September 2025, Boni ditemukan dalam kondisi kritis di Kantor Korkam Afdeling II. Beberapa jam kemudian, ia dinyatakan meninggal dunia. Fakta ini menimbulkan pertanyaan besar: bagaimana mungkin seseorang yang masih dalam urusan “sewa lahan” tiba-tiba ditemukan tak bernyawa di pos keamanan kebun?

Borgol, BKO, dan Dugaan Kekerasan di Pos Perkebunan

Kecurigaan publik semakin menguat setelah beredar kabar adanya oknum BKO yang diduga sempat meminjam borgol dari petugas PKWT di Afdeling I sebelum peristiwa terjadi. Informasi tersebut mencuat dari sejumlah warga di kawasan Huta Korem dan Bukit Bayu.

Jika benar, maka besar kemungkinan korban sempat mengalami perlakuan kekerasan sebelum meninggal. Namun anehnya, hingga kini tidak ada pernyataan resmi dari pihak manajemen PTPN IV maupun kepolisian terkait kondisi jasad korban saat ditemukan.

Rahasia Otopsi dan Isu Perdamaian Tertutup

Hingga berita ini diterbitkan, hasil otopsi kematian Boni Marantika belum diumumkan secara resmi. Padahal, hasil pemeriksaan medis adalah kunci utama untuk memastikan apakah kematian korban disebabkan kekerasan atau faktor lain.

Beberapa sumber internal menyebutkan adanya upaya perdamaian tertutup antara pihak perusahaan dan keluarga salah satu terduga pelaku. Meski belum dapat dipastikan kebenarannya, kabar ini memunculkan dugaan bahwa ada usaha untuk meredam kasus sebelum tuntas diusut.

“Kalau memang tidak ada yang ditutupi, seharusnya hasil otopsi sudah bisa dipublikasikan,” ujar salah seorang tokoh masyarakat yang enggan disebut namanya.

Publik Menuntut Transparansi.

Kematian Boni Marantika kini bukan lagi sekadar persoalan pribadi keluarga korban. Kasus ini telah berkembang menjadi isu publik yang menyangkut transparansi hukum, akuntabilitas manajemen, dan dugaan penyalahgunaan wewenang di lingkungan perkebunan besar.

Tanpa penjelasan terbuka dan hasil otopsi yang jelas, publik akan terus berspekulasi. Dugaan adanya kekerasan, modus “sewa lahan ilegal”, hingga intervensi pihak tertentu, semua membutuhkan klarifikasi resmi.

Jika tidak, kasus ini berpotensi menjadi preseden buruk tentang bagaimana nyawa seseorang bisa melayang di tengah kekuasaan yang membungkam.

Apakah kebenaran akan terungkap, atau kasus ini akan terkubur bersama upaya perdamaian tertutup? Publik kini menunggu keberanian aparat penegak hukum untuk menyingkap tabir gelap di balik kematian Boni Marantika.
(Hd)

ADV

Komentar