Kampung Pelangi dan Kampung Batik Destinasi Wisata Menginspirasi

Semarang | D’INVESTIGASI- Awalnya, Kampung Pelangi dikenal oleh warga lokal sebagai Kampung Wonosari. Kampung yang berada di tepi kali Semarang ini menjadi rumah bagi sekitar 300-an rumah tangga yang hidup di sini. Situasinya yang demikian, membuat kampung Wonosari terlihat kumuh dan tak tertata dengan rapih. Semuanya berantakan, banyak rerimbunan tanaman liar dan tembok-tembok rumah yang kusam dan tak sedap dipandang mata.

Namun kondisi itu mendadak berubah, sejak diadakannya proyek peremajaan Pasar Bunga Kalisari yang berada di dalam kawasan yang sama. Bisa dibilang dari sini lah titik awal “lahirnya” Kampung Pelangi.

Setelah Kampung Pelangi, Kota Semarang masih punya satu spot instagramable lainnya yang tidak kalah menarik. Kampung Batik namanya.Terletak di kawasan Kota Lama, Semarang, kampung yang tadinya memiliki sejarah kelam ini disulap menjadi sentra kerajinan batik dan dihiasi mural-mural di setiap sudutnya.

Meski pengrajin batik asli Semarang sudah ada sejak tahun 1970-an, pesona batik ini sempat redup bahkan nyaris hilang.

Kampung Batik dulunya memiliki sejarah kelam sebagai kawasan yang rawan pencurian dan pembunuhan. Tapi setelah kerajinan batik asli Semarang mulai menunjukkan geliatnya lagi, warga kampung ini merombak citra kelamnya menjadi unik dan cantik.

Setiap sudut jalanan di Kampung Batik dihiasi mural yang menampilkan motif batik khas Semarang, cerita pewayangan, dan legenda asal-usul Kota Semarang. Digambarkan juga bagaimana Raden Patah kala itu memberi nama Kota Semarang.

Seperti yang dirasakan  rombongan wartawan  unit Pemko Medan dan Bagian Kehumasan dan Keprotokolan Pemko Medan Rabu (28/11/2018) saat mengunjungi di Kampung Pelangi dan Kampung Batik yang terlihat beda dari destinasi wisata  di daerah lain.

Kampung Batik  memang unik. Hanya satu RT. Ketua RT-nya Dwi Christianto. Kata Dwi, Kampoeng Batik hanya dihuni 24 kepala kelurga. Dari 24 kepala keluarga, hanya 12 kepala keluarga yang aktif memproduksi batik. Sebelum masuk kampung ini, di depannya dibatasi dengan stand-stand penjualan batik.

Pendatang yang ingin belajar membatik harus merogoh kocek Rp30 ribu. Setelah itu disediakan selembar kain putih. Setelah dipandu, pendatang praktek langsung membatik sampai proses mewarnai. Hasilnya boleh dibawa pulang untuk kenang-kenangan.

Kampung Batik, menurut Dwi Christianto, terbentuk atas inspirasi Wali Kota Semarang yang sebelumnya membuat acara membatik bersama di kampung tersebut.

“Sejak itu kampung ini dinobatkan menjadi Kampung Batik. Hanya saja tidak bertahan lama. Kampung ini kembali sepi. Tspi sejak 2016, Kampoeng Batik menjadi viral di media sosial setelah dilukis oleh seorang seniman lukis, bernama Luwianto,” jelas Dwi.

Bahkan lukisannya di dinding salah satu gang menceritakan sejarah terbentuknya Kampung Batik.

“Sekarang malah sudah diketahui mancanegara,” tambahnya.

Begitu juga halnya dengan Kampung Pelangi yang dulunya merupakan daerah kumuh yang berada disekitar daerah aliran sungai (DAS) dapat disulap berkat kemauan warga dan dukungan Pemerintah kota Semarang, menjadi kampoeng yang tertata rapi, indah dan bersih serta dapat menjadi salah satu penyumbang pendapatan asli daerah di Kota Semarang.

Dengan menjadikan daerah ini, menjadi daerah wisata kuliner dan pusat penjualan segala macam bentuk bunga di Kota Semarang, apalagi dukungan pemerintah Kota Semarang yang menyiapkan bus gratis untuk para wisatawan, sehingga potensi yang sebenarnya pas – pasan dapat dipacu menjadi sumber penghasilan daerah.

Ada banyak pelajarn dan  diharapkan dari study komperatif dapat memberikan masukan kepada Pemko Medan, serta dapat mengedukasi masyarakat Kota Medan, agar mau berbenah untuk menjadikan Kota Medan menjadi salah satu kota tujuan wisata, baik bagi wisatawan lokal dan mancanegara.

Sehingga pada akhirnya dapat menjadi salah satu penyumbang devisa dan pendapatan asli daerah yang nantinya dapat menjadikan masyarakat yang ada di Kota Medan menjadi masyarakat  yang sejahtera adil aman dan makmur.

Kabag Humas Pemko Medan Ridho Nasution yang diwakili Kasubbag Humas Pemko Medan, Hendra Tarigan S.Sos saat ditanya tujuan mengunjungi Kampoeng Pelangi dan Kampoeng Batik ini mengatakan, apa yang dilakukan Pemko Semarang dapat menjadi inspirasi dan diadopsi Pemko Medan untuk diterapkan di Kota Medan.

“Kampung Batik ini sangat menginspirasi kita. Apa lagi dengan adanya Sentra Batik Medan yang diperkenalkan Ketua TPPK Ibu Hj Maharani dapat meniru tindakan Kampung Batik Semarang agar mampu mendatangkan wisatawan ke Kota Medan,”terangnya.(ft)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *