Medan, Metro Investigasi.com | Terkait penguasaan lahan seluas lebih kurang 3,4 Ha (lahan eks Kebun BInatang medan yang kuasai Pemko (Pemerintahan Kota) Medan sejak tahun 1968 dengan berdiri dibalik yayasan Kebun Binatang Medan. sejak tahun itu diawal tahun 1991 para ahli waris HT Ismail telah berjuang untuk mendapatkan haknya kembali atas lahan yang kini menjadi lahan eks Kebun Binatang Medan yang diruislahg dengan pihak swasta beberapa waktu silam.
Hal ini diuangkapkan kuasa ahli Waris Effendi Al Banjari kepada wartawan di kediamannya Jl. Brigjend Katamso Gang Asli Medan Baru Rabu (07/07/2020) kemarin. Menurut Effendi Al Bnjari (Photo) bahwa lahan seluas lebih kurang 3,4 Ha itu pada tanggal 2 Januari 1954 disewakan kepada salah seorang warga turununan Tiongha, untuk bercocok tanam k seperti kebun sayur. Lahan itu yang dijadikan kebun sayur dibagian atas, sedangkan lahan yang dibagian bawah itu dijadikan pabrik battery.
Seiring berjalannya waktu dan terjadi revolusi saat itu, yang kemudian banyak asset-asset orang asing terutama turunan tiongha yang dinasionalisasi. Sedangkan posisi lahan itu waktu itu dalam kondisi sewa oleh warga turunan tersebut, sehingga terdampaklah dinasionalisasi.
Sedangkan alas hak lahan seluas itu yang terdiri dari dua surat grand sultan no. 134 dan 135, kata Effendi Al Banjari. Dijelaskan Fendi panggilan akrab Effendi Al Banjari bahwa tahun 1966 lahan itu diambil alih dari warga turunan tersebut oleh Alwi Sutan Sinaro yang saat itu sebagai kepala Dinas Penerangan kota Medan.
Sehingga berjalan terus sampai tahun 1968 jadikan sebagai taman hiburan rakyat dengan didirikannya yayasan Kebun Binatang Medan. Pada hal menurut Fendi lagi bahwa Alm. HT Ismail yng beristerikan Almh Encik Daiyah memiliki 4 orang anak yaitu Hj T Rodiah, T Genjol, T Abdul Aziz dan T Syarifuddin, dan tidak pernah menyerahkan lahan itu kepada siapapun serta juga tidak pernah meperjual-belikan lahan itu terangnya.
Kemudian sekitar 1990 kuasa ahli waris HT Ismail diantaranya T Mahmuddin setelah mendapatkan data-data menyampaikan surat kepada Pemko medan untuk meminta hak mereka dikembalikan kepada ahli warisnya. Berselang beberapa waktu dan melalui surat menyurat sudah dilakukan oleh kuasa ahli waris, sehingga Pemko medan membalas surat kuasa ahli waris tersebut, dengan mengundang pihak terkait untuk datang ke Pemko medan, guna menyelesaikan masalah tersebut yang dianggap telah menjadi sengketa.
Namun pemanggilan itu tetap diruruti oleh pihak ahli waris dangan membawa bukti-bukti yang ada, dan memoto copy surat-surat yang ada sebagai data para ahli waris termasuk membawa yang aslinya.
Seperti surat grand sultan no. 134 yang asli suratsewa menyewa dan warga turunan dn sejumlah surat yang lainnya. Namun sebelum surat-surat tersebut dibawa ke Pemko Medan kuasa ahli waris bersama dengan ahli waris sudah mengcopykan surat-surat tsebut serta melegeskannya di Penganilan Negeri Medan dan kantor Pos dan Giro Medan.
Dugaan mereka tidak meleset sekitar tahun 1993 bukti-bukti asli itudibawa para kuasa ahli waris ke Pemko medan masa itu Walikota Medan H Bachtiar Jafar. Dibawanya surat-surat tersebut, terang Effendi Al Banjari untuk dipelajari sebagaimana yang dijanjikan oleh Walikota Medan, ternyata bukannya dipelajari akan tetapi surat-surat yang asli itu diambil dari tangan T Effendi KR oleh H Bachtiar Jafar, kata kuasa ahli waris HT Ismail Effendi Al Banjari. Kuasa ahli waris HT Ismail saat ini a berada ditangan Zaidy dan Effendi Al Banjari yang terus melanjutkan perjuangannya untuk melawan Pemko Medansebagaimana yang telah dirintis para pendahulunya.
Perjuangan mereka saat ini telah mendirikan plank-plank dan juga telag menyurati instansi terkait agar tidak mengeluarkan IMB dalam melaksnakan pembangunan diareal eks kebun Binatang Medan tersebut.
Effendi Al Banjari berharap agar semua pihak dapat menahan diri untuk menhindari hal-hal yang tiak diinginkan. terangnya. Karena apa yang telah menjadi hak kami harus kembali kepada kami, terang Effendi Al Banjari.
Pemko Medan harus menyahuti aspirasi kami puluhan tahun pemko Medan menguasai lahan keluarga kami tanpa alas hak yang legal, masih kami biarkan sekarang lahan itu harus kembalikepada kami terang Fendi Banjar lagi.
Lebih lanjut kata Fendi bahwa sertifikat yang pernah diterbitkan BPN Kota Medan menurut mereka adalah cacat hukum. Karena lahan tersebut terdiri dari 2 alas hak yaitu grand sultan no. 134 dan grand sultan no. 135. akan tetapi pihak Pemko Medan mengeluarkan sertifikat dalam satu lembar sertifikat dengan luas areal eks kebun Binatang Medan seluar 3,4 Ha, sambung Fendi lagi yang didampingi sejumlah ahli waris lainnya. (red)