Nias Selatan | metroinvestigasi,id –Rosmini Gaho korban penganiayaan mencari ke adilan melalui LBH Medan selaku kuasa hukum telah mendaftarkan kasus korban penganiayaan Rosi mini Gaho, mendaftarkan Permohonan Pra pradilan atas laporan polisi nomor: STTLP/44/III/2019/SPK “A”/SU/Res-Nisel tertanggal 15 Maret 2019, Permohonan Praperadilan tersebu terdaftar dengan nomor Register : 02/Pid.Pra/2022/PN. Gst tertanggal 14 Februari 2022.
Adapun yang menjadi termohon dalam Permohonan tersebut : Kapolri,Kapolda Sumut,Kapolres Nisel ,Kasat reskrem Nisel,Kanit pidum,Satreskem Polres Nisel,Brigpol Bob Andry Tampubolon dan Biripda Michael Labastian Siregar. Rabu ,( 23 /02/2022 ).
Latar belakang ada nya laporan Polisi pada tanggal 15 Maret 2019 yang akan di laksanakan sidang lapangan oleh Pengadilan Negeri Gunungsitoli terkait kasus sengketa Tanah SG dengan RG sidang lapangan di tunda sekitar pukul 11,00 wib, ibu Rosimini Gaho hebdak duduk di kursi yang ada si Cafe Ganasi, RG langsung memaki hingga terjadi cekcok kenudian RG langsung memukul pipi korban, pelaku lain berinisial SG mendorong dada korban hingga jatuh kelantai ,secara bersama SG memukul kepala pas ubun ubun hingga bengkak dan bejol dengan posisi korban masih di lantai, diduga pelaku FWZ menendang korban dari belakang kemudian REZ menyeret korban dan NZ menginjak pahak korban. Tindakan ini penganiayaan di lakukan secara bersama sama
Bahwa keluarga yang menyaksikan kejadian tersebut berusaha untuk melerai. Setelah dilerai, korban dibawa oleh Suami Pemohon/menantu korban ke mobil yang dikendarai oleh Sdra. a.n Antonius Harita menuju ke Polres Nias Selatan untuk membuat laporan polisi. Namun karena kondisi yang mengkhwatirkan akibat penganiayaan yang dilakukan RG dkk, petugas piket Polres Nias Selatan menyarankan agar korban di bawa ke Puskesmas Teluk Dalam terlebih dahulu. Karena kondisi korban mengkhawatirkan maka diharuskan untuk rawat inap oleh karena itu Pemohon selaku anak kandung korban membuat laporan Polisi di Polres Nias Selatan.
Terhadap laporan polisi tersebut diatas, terdapat banyak kejanggalan atau pelanggaran proses hukum yaitu :
1. Bahwa pada saat Pemohon selesai membuat laporan di SPKT Polres Nias Selatan, Pemohon tidak diberikan Surat Tanda Terima Laporan Pengaduan. Adapun diberikan Surat Tanda Terima Laporan Pengaduan kepada Pemohon pada tanggal 10 Mei 2019.
2. Bahwa berdasarkan surat No. B/64-B/Res.1.6/VII/Reskrim, Perihal Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan, tertanggal 10 Juli 2019 yang pada intinya menerangkan“untuk menghadirkan 5 saksi dalam 14 hari dan apabila tidak dihadirkan maka pekara akan dihentikan (SP3)”. Surat tersebut bersifat intimidasi dan menakut-nakuti Pemohon, hal ini sangat bertentangan pada Pasal 7 Huruf c Perkap No. 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang menjelaskan “Menjalankan tugas secara Profesional, Proporsional, dan Prosedural.”
3. Bahwa Pemohon mendapatkan ancaman dari Termohon VII dengan mengatakan kepada Pemohon “Akan dipenjarakan apabila berbohong”.
4. Bahwa terhadap Laporan Polisi Nomor : STTLP/44/2019/III/SPK “A”/SU/Res-Nisel, tertanggal 15 Maret 2019, Pemohon telah memberikan Alat Bukti yang cukup berupa Saksi sebanyak 4 orang dan Bukti Surat serta Bukti Petunjuk. Akan tetapi Penyidik Polres Nias Selatan menghentikan Penyidikan melalui Surat Pemberitahuan Dihentikannya Penyidikan dengan No. B/560/Res 1.6/XI/2019/Reskrim, tertanggal 24 September 2019, dengan alasan TIDAK TERDAPAT CUKUP BUKTI.
[24/2 01:17] Masry G. Sitoli: Bahwa berdasarkan Putusan MK : 21/PUU-XII/2014, menyatakan “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 Ayat (1) adalah minimal 2 (Dua) alat bukti yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 KUHAP, oleh karena itu sesuai dengan Putusan MK perkara a quo telah memenuhi hal tersebut yaitu Bukti Surat, 3 (tiga) orang saksi serta Bukti petunjuk video Penganiayaan.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan yang konsern terhadap penegakan Hukum, Hak Asasi Manusia dan Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Sangat kecewa dan menyayangkan Proses Hukum menyimpang / unprosedural yang dilakukan oleh Polres Nias Selatan. LBH Medan berpendapat Pihak Kepolisian Resor Nias Selatan dalam Hal Penyelidikan/Penyidikan harusnya mendudukkan korban sebagai pencari keadilan yang kedudukannya sama didepan hukum sesuai dengan ketentuan Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945. Dari pasal tersebut terkandung Asas Persamaan Kedudukan “equality before the law” dan asas “due process of law ”.
Dengan adanya penyimpangan proses tersebut, maka ada hak asasi korban yang terlanggar seperti diperlakukan sama dihadapan hukum, hak atas peradilan yang adil (fair trial) sebagaimana pada Pasal 10 Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia Jo. Pasal 14 Konvensi Internasional Tentang Hak-hak Sipil dan Politik. Kemudian sangat jelas dengan adanya pelanggaran tersebut, pihak Polres Nias Selatan telah melanggar nilai nilai etik dan profesionalitas profesi kepolisian sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang No. 02 Tahun 2002 Tentang Kepolisian R.I dan Perkappolri No. 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Polri.
Oleh karena hal tersebut diatas, layak secara hukum LBH Medan meminta kepada Hakim PN Gunungsitoli yang memeriksa dan mengadili perkara a quo untuk Menerima dan mengabulkan Permohonan Pemohon untuk seluruhnya, Menyatakan Pemohon sebagai Pemohon yang beritikad baik, Menyatakan Tidak SahPenghentian Penyidikan terhadap Laporan Polisi No. STTLP/44/2019/III/SPK “A”/SU/Res-Nisel, tertanggal 15 Maret 2019 dan Memerintahkan Termohon untuk melanjutkan Penyidikan terhadap Laporan Polisi No. STTLP/44/2019/III/SPK “A”/SU/Res-Nisel, tertanggal 15 Maret 2019. @ (Tim)